Tingkat Konsumsi Jamu masih Sangat Rendah

PASAR obat berbahan alam di Indonesia terus meningkat, tetapi tingkat konsumsi masih sangat rendah. Kementerian Kesehatan pun bertekad menjadikan jamu tuan rumah di negeri sendiri.

Hal itu dipaparkan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila I Wayan Redja di sela kuliah umum oleh Menkes Endang R Sedyaningsih di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta, kemarin. Wayan mengutip data bahwa pasar obat bahan alam terus memperlihatkan peningkatan, dari Rp2,5 triliun pada 2003 menjadi Rp4 triliun pada 2005, dan Rp8 triliun pada 2010.

“Saat ini terdapat lebih dari 3.000 item obat berbahan alam baik berupa jamu, suplemen kesehatan, herbal terstandaratau fitofarmaka,” ujarnya.

Ironisnya, menurut Menkes, berdasarkan riset kesehatan dasar 2010 terkait dengan jamu, penduduk di atas 15 tahun yang sering mengonsumsi jamu hanya 4,35%. Adapun penduduk yang kadang-kadang mengonsumsi jamu 45,17%, yang pernah mengonsumsi 9,76%, dan 40,71% tidak pernah sama sekali.

Hasil riset itu menunjukkan masih besarnya tantangan bagi pengembangan jamu. “Karena itu kami menekankan akademisi kesehatan untuk menerapkan pelayanan kesehatan obat berbahan alam pada sistem ajar,” jelas Endang.

Jamu, imbuhnya, harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri sebelum diambil negara-negara lain yang melihatpotensi khasiatnya. Peranan jamu dalam dunia kesehatan pun sudah jadi amanah UU 36/2009 tentang Kesehatan pada Pasal 48 dan 101.

Untuk memopulerkan obat berbahan alam, Kemenkes telah pula membuat regulasi. Yakni Kepmenkes No 1076/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, Kepmenkes No 1109/2007 tentang Pengobatan Komplementer Alternatif, dan Permenkes No 3/2010 tentang Saintifikasi Jamu.

Terkait dengan pengilmiahan jamu, Kemenkes menggelar pendidikan dan latihan selama 50 jam di 60 puskesmas. Ada pula usaha penelitian berbasis pelayanan jamu di 30 puskesmas dan pembentukan klinik jamu ilmiah di 12 rumah sakit pendidikan. (*/ H-l)

Sumber: Media Indonesia

Komentar

%d bloggers like this: