Diabetes Bukan Penghalang Berpuasa

Penyakit yang diderita sering kali menjadi alasan utama pasien diabetes berhalangan puasa. Padahal, sah-sah saja jika mereka ingin berpuasa selama memperhatikan beberapa hal.

Menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan acap kali tidak dapat dilakoni oleh penderita diabetes. Sebab, selama berpuasa akan terjadi perubahan pola makan, termasuk asupan obat. Otomatis perubahan tersebut akan memengaruhi kadar gula darah yang diperlukan tubuh sebagai sumber energi.

Penderita diabetes melitus (DM) atau yang disebut dengan diabetesi, mengalami peningkatan kadar gula dalam darah. Peningkatan kadar gula ini disebabkan adanya gangguan sistem metabolisme karbohidrat dalam tubuh.

Dalam hal ini,yang bertanggung jawab adalah pankreas, di mana organ tersebut tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Pankreas memproduksi insulin yang tugasnya mengontrol kadar gula dalam darah.

Insulin juga dibutuhkan untuk memproses karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh, di samping juga berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Lantas apakah diabetesi boleh berpuasa?

“Selama diabetesi tidak hanya mengelola gula darah, namun juga mengontrol tekanan darah, kolesterol, dan minum aspirin agar darah tidak mengental. Jadi, diabetesi boleh berpuasa,” kata Kepala Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Dr Imam Subekti SpPD-KEMD dalam acara bertemakan Menghindari Kerusakan Ginjal pada Pasien DM di FKUI pada Rabu (27/7) lalu.

Ya, dikatakan Imam, diabetes sejatinya bukan penghalang untuk menjalani ibadah puasa, selama diabetes dapat terkontrol dengan baik. Dengan demikian, ibadah puasa tidak akan mengganggu kesehatannya.

Di lain pihak, penderita DM yang tidak terkontrol tidak dianjurkan untuk berpuasa. Kadar gula darah diabetesi dinyatakan terkontrol saat berpuasa adalah 80–126 mg/dl dan dua jamsetelah makan 80–180 mg/dl. Pengecekan gula darah dapat dilakukan sebelum sahur, di siang hari, maupun sebelum berbuka puasa.

“Memonitor gula darah secara periodik ini menjadi penting untuk mencegah komplikasi,” kata Imam. Hal lain yang patut diperhatikan diabetesi saat berpuasa adalah asupan kalori. Perlu diingat, asupan kalori saat berpuasa harus sama dengan hari biasa. Pengaturan kadar gula tidak hanya pada siang hari, tapi juga bisa pada malam hari.

Karenanya, bagi diabetesi dianjurkan tidak makan berlebihan saat berbuka puasa. Jangan jadikan waktu berbuka sebagai alasan balas dendam setelah seharian menahan lapar dan haus. Sebaliknya, Imam menyarankan agar diabetesi pandai-pandai mengatur porsi makan. Untuk sahur misalnya, makanlah makanan padat yang nilainya 40% kebutuhan kalori sehari.

Sementara saat berbuka, makanlah 50% kebutuhan kalori sehari. Selebihnya, sebanyak 10% kebutuhan kalori porsi makanan yang dikonsumsi setelah tarawih atau sebelum tidur. Makan sahur pun sebaiknya juga dilambatkan, mendekati waktu imsak. ”Disarankan untuk memilih jenis makanan yang banyak mengandung protein, serat, dan lemak,” tambah Imam.

Diabetesi juga disarankan untuk beristirahat siang dan mengurangi aktivitas fisik yang berat. Pun demikian, penderita diabetes tetap harus mengetahui sejauh mana tingkat ketahanan tubuhnya. Apabila diabetesi mulai merasa gelisah, berkeringat, gemetar, jantung terasa berdebar- debar, kesemutan pada lidah dan bibir, penglihatan ganda dan bingung, sebaiknya puasa dibatalkan.

Jika tetap ingin melanjutkan puasa, dikhawatirkan kesadaran akan menurun. Meski begitu, tidak semua penderita diabetes boleh berpuasa. Contohnya penderita diabetes tipe 1 yang sulit terkendali dan diabetesi yang menggunakan suntikan insulin lebih dari dua kali sehari.

Diabetesi tak terkontrol, bila berpuasa, dapat menyebabkan komplikasi ketoasidosis, yakni penggunaan energi dari lemak yang memicu produksi racun dalam tubuh (keton). Dalam kesempatan yang sama, Dr dr Budiman Widjojo SpPD mengimbau diabetesi mewaspadai beragam komplikasi kronis yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes.

Salah satunya adalah nefropati diabetik atau penyakit ginjal diabetik. Ini merupakan gangguan fungsi ginjal akibat adanya kebocoran yang memungkinkan protein lolos dan bercampur dengan air seni.

“Kondisi ini menyebabkan fungsi penyaringan, pembuangan, dan hormonal ginjal terganggu yangdapat mengakibatkan rangsangan pembuatan sel darah merah di sumsum tulang menurun sehingga terjadi gejala-gejala anemia,” kata Budiman. Pada kondisi lanjut, hal ini bisa menyebabkan gagal ginjal terminal. sri noviarni

Sumber: Seputar Indonesia

Komentar

%d bloggers like this: