Mendengar kata kanker membuat orang bergidik. Kebanyakan orang akan merasa sedih bukan kepalang jika mendengar diagnosis kanker dari dokter. Namun lain halnya dengan Indira Ratna Dewi Abidin. Pemimpin Fortune PR ini justru menerima diagnosis kankernya dengan penuh rasa syukur, mengapa demikian?
Berikut ini curhat perempuan 43 tahun itu dalam personal blognya, indiraabidin.wordpress.com, yang diupload pada tanggal 25 November 2012 lalu:
Kurang lebih sebulan lalu aku baru sadar bahwa ada benjolan yang lumayan besar di dalam payudaraku. Tak terlihat dari luar, tapi dapat terasa massa-nya yang keras tak beraturan dan statis.
Teman-teman dan saudara-sudaraku semua berkata, “mungkin hanya pengerasan air susu,” atau “biasalah, lemak suka mengeras”. Namun, aku merasa wajib memeriksakan ke rumah sakit.
Untuk itulah aku datang ke National Cancer Center, Singapore General Hospital (NCC SGH), atas saran Mayana, sahabatku di Fortune.
Awalnya aku diperiksa secara fisik. Dr Preetha, sang pemeriksa, berkata, “it can be just a lumpy breast, but it looks like it’s more than that, you have to go for a mammogram”. Hmmm… Kurang encouraging nih komentarnya.
Siang itu langsung kujalani mammogram dan USG. Saat belalai mammogram memeriksa jaringan-jaringan dalam payudara dan ketiakku, dr Preetha masuk dan melihat layar USG. “It looks dagerous, you need a biopsy to really make sure what it is,” katanya. Hmm… Makin tidak encouraging komentarnya. Aku pun minta izin untuk pulang dan biopsy di Jakarta. “Just in case you change your mind, this is my card and email address,” kata dr Preetha. Aku pun mengangguk sambil tersenyum atas kebaikan hatinya.
Sepulang ke hotel, aku konsultasi dengan suamiku Abang @sirajbustami dan Mayana, yang juga breast cancer survivor. Semua sepakat dengan usul Mayana, sebaiknya langsung biopsy di SGH supaya tuntas. Aku pun langsung kirim email ke dr Preetha hari Jumat malam, dan Sabtu paginya dr Preetha langsung memberikan jadwal Senin pagi. Hebat. Rupanya SGH memang memberikan prioritas pada pasien luar negeri dan pasien kanker.
Sepanjang hari Sabtu Minggu aku bermunajat padaNya. Rupanya Allah sedang ingin memberikan ujian khusus nan hebat padaku.
Kekuatan yang diberikan Allah pun tak kalah hebatnya. Aku, manusia lemah, tak berdaya ini, diberiNya ketegaran luar biasa.
Sejak Ramadlan lalu aku bertekad untuk menjalankan Ramadlan sepanjang tahun. Aku pun sedang giat-giatnya menjangkau ridloNya. Aku percaya janjiNya untuk menyambut hambaNya yang berlari untuk mencari kasihNya.
Saat itu aku pun sedang gencar menyampaikan berbagai impianku, harapan dan cita-citaku di sisa usiaku di atas muka bumiNya ini kepadaNya, memohon keridloanNya.
Aku pun berfikir, mungkin impian dan cita-cita itu hanya bisa diberikanNya pada hambaNya pada tingkatan tertentu. Dan untuk mencapai tingkatan tersebut, aku harus suci dulu. Mungkinkah penyakit ini adalah cara cepatNya mensucikanku? Hmmm, memang benar… I’ve got to do what He wants me to do, kufikir.
Aku yakin, aku siap biopsi.
Biopsi kujalankan dengan lancar. Apapun hasilnya, aku tak gentar, karena aku yakin Allah punya rencana yang terbaik dan tak terbayangkan. Percaya sajalah, yakin.
Sesampai di Jakarta, berkat kegigihan ibuku tercinta @mirantyabidin, aku bisa bertemu dr Sonar Panigoro, salah satu dokter kanker payudara paling kondang seluruh Indonesia. Kami pun bergegas menuju RSPI.
Sambil menunggu panggilan untuk masuk ke dalam ruang dr Sonar, aku menerima email dari dr. Preetha, “It’s confirmed, it’s breast cancer,” tulisnya. Aku sempat tercenung beberapa detik. Aku resmi menjadi #CancerFighter… Gelar yang prestis sekali rasanya saat itu.
Aku langsung teringat tulisanku tentang Hellen Keller di majalah Ummi, “Justru karena ia buta, ia begitu menginspirasi”. Inspirasi Hellen Keller ini pun sering sekali kusampaikan melalui radio talkshow, seminar, dan media sosial. Mungkin ini juga tugas dari Allah, untuk bisa menginspirasi banyak orang melalui penyakit ini, sebagai #CancerFighter.
Perasaanku saat itu seperti saat membaca koran pengumuman hasil evaluasi masuk perguruan tinggi yang menyatakan aku masuk FEUI. Atau seperti waktu aku terima berita aku sudah bisa melahirkan, tapi harus operasi caesar. I knew it, rasanya aku sudah tahu, aku cuma butuh sebuah email atau koran sebagai konfirmasi.
Was-was, penuh antisipasi, penuh bayangan sebuah petualangan yang siap dijelajah, dibedah, ditelaah. *Excited*
Allah telah memberikanku kesempatan untuk ikut ujian yang tak diberikanNya pada semua orang. Alhamdulillah. Aku harus berjuang, aku harus menang. Ini amanahNya, harus kujunjung tinggi.
Senyum pun mengembang lebar. Dengan senyum kukatakan pada ibuku, “confirmed, Ma, cancer,” sambil memperlihatkan email dr. Preetha. Ibuku pun terlihat terkejut. Dengan senyum kuteruskan email dr Preetha ke Abang @sirajbustami dan ayah @iabidin.
Saat dr Sonar melihat hasil USG dari SGH, beliau pun mengkonfirmasi bahwa ini kanker stadium 2-3.
Setelah mendengar nasihat-nasihat dr Sonar, kami pun keluar dengan langkah pasti. Tegap, mantap.
Saat itu aku seperti lahir kembali dengan tugas di pundak. Allah tak akan memberikan cobaan yang tak mampu ditanggung hambaNya, artinya Allah percaya aku dapat menjalani cobaan ini. Aku merasa sangat tersanjung diberikan kepercayaan begitu besar. Kepercayaan yang harus kujalankan dengan penuh kesungguhan, menang dari kanker.
Mungkin karena aku sering berusaha memotivasi melalui berbagai kesempatan, antara lain media sosial, motivasi ini bertahan dan memberikan kekuatan luar biasa. Inilah buktinya, kalau kita menguatkan orang lain, kita pun kuat dibuatnya. Setiap kata yang keluar dari mulut kita akan masuk kembali melalui telinga, hati dan jiwa, tersimpan di alam bawah sadar. Syukur Alhamdulillah Allah telah menyiapkan aku sedemikian rupa menghadapi cobaan ini.
Ribuan email, BBM, sapaan, ucapan, doa, semangat, terus mengalir. Teh Rina, sepupuku, mengirimkan satu kotak ramuan dan racikan herbal, Ibu Enny menyapa dengan artikel-artikel yang sangat indah, Ina, adik Rizka teman FEUI, menyediakan dua pohon sirsak dan teko tanah liat penyeduhnya, Bunda Iesye mengundang anak-anak yatim khatam Quran di rumah, mendoakanku. Banyak lagi yang menunjukkan kepeduliannya, cintanya, kasihnya dengan berbagai cara. “How can I be sad? Why should I be feeling down? I can only thank Thee and think of how to give back,” bisikku berkali-kali.
Betapa indahnya ya Allah, apa yang Kau berikan ini sungguh membuatku haru biru. Rupanya ini caraMu menunjukkan bahwa dunia ini begitu penuh cinta, bukan hanya dunia profesional yang keras dan transaksional. Cinta ini begitu berlimpah ruah kurasakan. Cinta ini pula yang harus kusebarkan lagi kemudian.
Jutaan terima kasih dan syukur kuucapkan pada Abang @sirajbustami suamiku dan Hana, yang tanpa cintanya belum tentu dunia menjadi begitu cerah ceria; pada ayah ibuku yang begitu setia mendampingi dan memberikan nilai-nilai positif; mertuaku dan keluarga Abang, pada semua keluarga, sahabat, teman, baraya, twends, facebookers, sahabat-sahabat mama, sahabat-sahabat Abang, teman-teman Fortune Indonesia tbk, KAJI, dan lain-lain yang tak henti-hentinya menyemangati, mengirimkan informasi, obat, doa, mencarikan cancer survivor lain untuk berbagi cerita, menyebut namaku dalam shalatnya, sampai mengadakan pengajian khusus utk kesembuhanku. Terima kasih banyak.
Semoga semua doa dijawab malaikat yang turut mendoa, “Untukmu jugalah doamu itu”. Semoga semua upaya dan kerja kebaikan disambut malaikat yang turut berharap, “Untukmu jugalah kebaikanmu itu”.
Semoga Allah membalas semua kebaikan itu dengan balasan yang lebih besar dan berlipat-lipat.
Pay it forward.
Untuk mereka jugalah aku tulis blog post ini. Semoga tulisan ini mampu menyemangati, memotivasi para penderita kanker lainnya. Semoga semua semangat, motivasi dan dorongan yang disampaikan padaku menular pula pada semua pembaca tulisan ini. Semoga semua pahala dari tulisan ini mengalir pada semua yang memberikan kebaikan padaku dalam perjuanganku ini.
Marilah kita semua berjuang. Kanker bukan ujian yang mudah, dan bagi Allah tak ada soal ujian yang tak ada kunci jawabannya. Marilah kita cari kunci jawaban ujian ini. Tiap hamba mendapat kuncinya sendiri-sendiri. Yakini metode yang akan dijalani, jangan gentar. Semua penyakit dan kesembuhan hanya datang dariNya. Metode itu hanya alat yang diberikanNya pada kita.
Jangan lupa satukan diri denganNya, jangan tinggalkan ibadah wajib, dan sempurnakan dengan ibadah sunnah. Kita semua manusia tanpa daya, yang tanpa kekuatanNya, kita tak dapat menanggung kesulitan sedikitpun.
Hasil perjuangan ini ada di tanganNya. Insya Allah kita bisa sembuh melawan kanker. Namun kalaupun Allah menghendaki lain, insya Allah kita diberikan kekuatan ikhlas dan bersyukur atas putusanNya.
Kunci kelulusan kita dalam ujian ini bukan terletak pada sembuh atau tidaknya kita, tapi pada keteguhan, ketabahan, keikhlasan dan kemampuan untuk bersyukur dalam setiap kondisi. Nikmat apa yang hendak kita ingkari?
Semoga kita semua lulus ujian, naik kelas dalam sekolahNya. Amin, amin YRA.
Jakarta, 25 November 2012.
(pah/vit) Dikutip dari: DetikHealth