Keberadaan jamu ilegal, sangat berdampak buruk terhadap industri jamu nasional. Selain industri jamu sering berhadapan dengan petugas di tingkat bawah, masyarakat juga menjadi takut mengonsumsi jamu.
Sebenarnya, jamu omzet penjualan jamu pada tahun ini diproyeksikan mencapai Rp 15 triliun. Angka tersebut meningkat Rp 500 miliar jika dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 14,5 triliun, sedangkan pada 2012 sebesar Rp 13 triliun. Namun peningkatan penjualan ini didorong oleh pertumbuhan pasar food supplement. Ketua GP Jamu Charles Saerang menjelaskan bahwa kalaupun secara umum omzet penjualan mengalami peningkatan, penjualan khusus jamu diprediksi stagnan. Sebab, cakupan produk jamu secara umum sebenarnya meliputi kosmetik, spa, food supplement, dan jamu itu sendiri.
”Penjualan khusus jamu, saya pesimistis bisa meningkat. Penjualan jamu tidak akan beranjak di angka Rp 3 triliun. Angka ini masih tetap sama dengan tahun-tahun yang lalu. Kalau spa, kosmetik, apalagi food supplement saya yakin meningkat,” kata Charles Saerang yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Nyonya Meneer.
Jamu menjadi sulit berkembang karena jumlah outlet yang sulit bertambah. Kendala ekspansi outlet disebabkan seringnya outlet jamu resmi dianggap ilegal. Beberapa kali toko jamu yang baru buka digerebek petugas karena dianggap menjual jamu ilegal atau jamu kimia.
Sementara, Jahja Hamdani Widjaja, akademisi yang konsen terhadap industri jamu nasional mengatakan, daya saing jamu dari hari ke hari makin tertekan karena minimnya dukungan pemerintah. Regulasi soal jamu yang ada saat ini lebih bersifat pengawasan, padahal seharusnya sifatnya pembinaan. Karena itu, kalau industri jamu nasional mau berkembang atau kembali berjaya seperti era 1980-an, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang sifatnya mendukung, bukan yang bersifat pengawasan.