Mengembalikan Kejayaan Produk Herbal Nusantara

Kekayaan tanaman obat atau produk herbal Indonesia berada di urutan kedua yang terlengkap setelah Brasil. Tapi bukan hanya hal itu yang menarik Santhi H. Serad dalam menggeluti bisnis produk herbal. Perempuan Jawa kelahiran 1972 ini juga terbiasa hidup sehat dengan jamu sejak masa kecil.

“Selain itu, tanaman obat erat kaitannya dengan kesejahteraan petani,”kata Santhi. Maka semakin kuatlah tekadnya untuk menekuni bisnis ini. Namun Santhi tak mau sekadar menjadi pedagang hasil bumi. Ia menekuni dan terlibat hampir di segala aspek terkait tanaman obat ini.

Di bawah bendera PT Ilthabi Sentral Herbal, Santhi, yang sejak 2005 menjabat presiden direktur, menggariskan beberapa misi dalam bisnisnya. Di antaranya, melestarikan dan membudidayakan tanaman obat Indonesia, memproduksi obat herbal, serta memberi edukasi dan pengenalan kepada masyarakat mengenai keunggulan produk herbal.

“Kepada petani, kami juga memberi dukungan dan pembinaan agar produk herbal yang dihasilkan terjaga kualitasnya dan memenuhi standar,” kata Santhi. Bermitra dengan Ilham Habibie, anak mantan Presiden B.J. Habibie, ia membudidaya kan tanaman obat di lahan seluas tujuh hektare.

Kebun bernama Bumi Herbal Dago di Dago Pakar, Bandung, itu kini memiliki 300 jenis produk herbal. “Awalnya, lahan dipakai oleh petani. Sampai kini kami memberdayakan petani-petani itu, agar kualitas hidup dan pengetahuan mereka dapat bertambah,”ujar Santhi.

Selain digunakan sebagai arena tanam, Bumi Herbal Dago juga tempat wisata masyarakat sekitar, membeli bibit tanaman obat, dan membeli minuman herbal siap seduh. Lahan itu dilengkapi dengan laboratorium, rumah kaca, pembibitan, kebun penelitian, perpustakaan, serta tempat pelatihan.

Santhi mempekerjakan 15 petani dan empat karyawan di Bumi Herbal Dago dan kantornya di Jakarta. “Sebagai pemimpin, saya meneladani Ki Hajar De wantara. Sebagai pemimpin, harus memberi contoh baik. Sebagai makhluk di tengah masyarakat, harus bisa menyesuaikan diri, dan dari belakang, saya harus memberi semangat.”

Seperti bisnis lainnya, usaha Santhi pun tak luput dari masa jatuh-bangun. Gagal panen atau kualitas tanaman tidak sesuai dengan standar pun kerap dialami Santhi pada cuaca ekstrem yang belakangan melanda.

Tapi tantangan itu malah dijadikannya peluang. “Saya yakin semua masalah insya Allah ada jalan keluarnya,” kata Santhi, yang sangat menjunjung tinggi kerja sama tim. “Yang penting komunikasi, harus jujur dan lancar untuk menghindari konflik.”

Malahan, dari tantangan itu muncul temuan. Salah satunya, ia berhasil mencampurkan dua jenis tanaman.”Green tea rosela contohnya,”kata Santhi. Santhi tak mau berhenti di pengembangan tanaman silang ini.

Ia punya target akhir memperluas pemasaran produk herbal, sekaligus mencapai syarat kualifikasi tanaman sebagai obat dan bersaing dengan obat nonherbal yang telah beredar di pasar.

Untuk itu, ia mendokumentasikan pengetahuannya dalam buku yang akan terbitkan pada 30 April mendatang. Santhi berharap buku bertajuk Teh dan Teh Herbal ini dapat menambah wawasan masyarakat.

Bagi para perempuan, Santhi berpesan agar mereka tidak takut memulai bisnis. Sebab, menurut dia, segala keterampilan yang kita miliki pasti dapat menghasilkan. “Hanya, harus percaya, optimistis, dan tidak mudah menyerah. Tapi juga harus menyiapkan dana tersendiri untuk memulai bisnis itu.”

(Koran Tempo – 28 April 2011)
Foto: Yosep Arkian (Tempo)

Komentar